Ini alasannya kenapa PDAM perlu independen


Mengapa PDAM perlu independen?

Jawaban pendek, kalau menurut saya ada 3 hal yang bisa dilakukan:

1. Perbaikan corporate governance PDAM
2. Regulasi independen
3. Akuntabilitas Kepala Daerah

Benar bahwa PDAM (dan semua BUMN/BUMD) sahamnya dipegang pemerintah, yang dalam hal ini diwakilkan oleh kepala daerah. Sama juga seperti PT swasta murni ada pemegang sahamnya dan pemegang sahamnya bisa memecat direksi lewat RUPS. Tapi kenapa pemerintah membuat P(erusahaan) DAM? (Istilahnya delegasi).  Kenapa tidak dijadikan departemen atau divisi saja dari Pemda? Jawabannya adalah karena dengan pemisahaan harta dan kekayaan dari APBD atau dengan membuat air minum menjadi entitas tersendiri maka independensi akan dicapai dan dengan independensi itu maka layanan air minum akan lebih bisa fokus dan efisien (teorinya). 

Corporate governance PDAM

Tapi sebenarnya, walau manajemenya di "delegasi"kan ke entitas lain dan pemerintah hanya bertindak sebagai pemilik, campur tangan pemerintah dalam menentukan urusan sehari hari PDAM bisa besar sekali. Ini bisa dibaca dari perda perda yang dijadikan statuta PDAM dan implementasinya bisa dilihat dari laporan keuangan (misalnya, ada sumbangan atau lain sebagainya untuk kepala daerah). Dengan demikian, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menginsulir campur tangan yang tidak perlu dalam statuta PDAM.

Regulasi Independen

Langkah kedua adalah regulasi independen. Di Indonesia tarif ditetapkan oleh kepala daerah. Padahal tarif berhubungan dengan keputusan investasi. Untuk investasi kadang perlu tarif naik. Tapi tahun depan ada Pilkada, jadi kurang populer kalau tarif naik. Jadilah tarif naik ditunda, akibatnya pipa yang bocor bocor tidak diperbaiki. 

Atau kasus lain, misalnya ada 2 daerah. Yang pertama pemukiman miskin dan gak mampu bayar air. Yang kedua mau dibangun mall/real estate dan perlu pasokan PDAM. Uang PDAM terbatas. Daerah kedua bukan saja mampu bayar biaya air, tapi juga mampu 'bayar' pak kepala daerah. Ke daerah manakah PDAM harus melebarkan jaringannya? Secara hukum, kita harus lihat siapa yang punya kewenangan memutuskan masalah investasi. Kalau kepala daerah punya veto di statutanya, berarti PDAMnya tidak independen, untuk itu harus dirubah corporate governancenya (paragraf atas). Kalau kepala daerah tidak punya veto, tapi dia bisa mengancam untuk memecat pimpinan PDAM, maka perlu regulasi independen. 

Artinya, sebaiknya ada badan regulator independen yang memutuskan persoalan investasi dan juga tarif berdasarkan business plan PDAM. Jadi kewenangan menetapkan tarif bukan lagi berada di kepala daerah, tetapi atas keputusan badan regulator. Demikian juga masalah investasi. 

Akuntabilitas Kepala Daerah atas PDAM

Cerita diatas berlanjut lagi. Walaupun sudah ada regulator independen dan corporate governance sudah cukup di ring fencing, tetap saja direkturnya di pecat. Lalu apa yang seharusnya dilakukan. Menurut saya, inilah peranan kepala daerah wajib memberikan akuntabilitas. Dia adalah perwakilan pemegang saham, dimana saham itu pada hakekatnya milik publik -- bukan milik pribadinya. Maka ketika dia melaksanakan kewenangan (kewenangan, bukan hak) yang berasal dari publik itu, dia harus mempertanggung jawabkannya kepada publik. Kenapa direkturnya dipecat? Apa alasannya? Ini yang bisa kita atur di statuta PDAM (dalam Perda pendiriannya). Kepala daerah harus memberikan jawaban kepada DPRD. Di statuta PDAM itu bisa diatur juga mekanisme pembelaan. Misalnya ketika direktur dipecat sebelum masanya selesai dan dia menolak, dia diberikan hak pembelaan di depan forum DPRD. Atau bisa juga diatur mekanisme veto, dimana pemecatan harus disertai persetujuan DPRD misalnya, tetapi ini terlalu jauh saya kira. 

Dengan adanya mekanisme akuntabilitas seperti ini, maka kepala daerah tidak bisa sewenang wenang memecat direktur PDAM, karena di belakangan hari dia harus menjelaskan kepada publik apa latar belakang dan pemikiran pemberhentiannya itu. Statuta PDAM juga bisa mengatur secara limitatif alasan alasan pemberhentian. Artinya, pemberhentian harus berada dalam alasan itu (tindakan kriminal, merugikan keuangan negara, sakit, dan sebagainya) tidak bisa diluar alasan alasan tersebut.


UN Watercourses Convention Symposium - Call for Papers

UNWC Global Initiative Symposium

Co-organised by IHP-HELP Centre for Water Law, Policy & Science (under
the auspices of UNESCO), University of Dundee and WWF

The 1997 UN Watercourses Convention – What Relevance in the 21st
Century?

5th-8th June 2012, University of Dundee, Scotland, UK

Call for Papers

In 1994 the UN General Assembly made the decision to elaborate a global
framework instrument on the law of the non-navigational uses of
international watercourses (UN General Assembly Resolution 49/52).  The
resultant Convention was adopted in 1997 by more than 100 nations. Since
the Convention's adoption over 14 years ago, there has been a
heightened recognition of the numerous challenges humanity faces in
securing water for all, and a widespread acceptance that governance
plays a key role.  However, the legal architecture for international
watercourses remains fragmented, and the UNWC has not yet entered into
force.

In recent years, a coalition of institutions under the general rubric
of the UNWC Global Initiative has come together to examine the
underlying reasons why the UNWC has not yet entered into force.
Additionally, the UNWC Global Initiative has sought to further knowledge
and understanding of the relevance of the UNWC in addressing the
contemporary pressures on the world's freshwater resources. As part of
the activities of the UNWC Global Initiative, the IHP-HELP Centre for
Water Law, Policy & Science in collaboration with WWF will be organising
a global symposium on the UNWC between 5th and 8th of June 2011.   The
aim of the symposium is to gather together a wide and diverse range of
experts from academia, government, international organisations, civil
society, etc, to debate the existing and potential relevance of this
global framework instrument.

Towards this endeavour the convenors of the symposium are inviting
experts to submit papers on a range of topics related to the UNWC.

Further details are available at
http://www.dundee.ac.uk/media/dundeewebsite/water/documents/2012_Dundee_Watercourses_Convention-Call_for_Papers.pdf


Is Time’s Person of the Year a Jihadi or an Arab Spring Protester? (Neither is right)

When I look at the recent cover of Time Magazine, the first thing that cross my mind is that it is a picture of an Arab spring protester, or an intifada, or a Jihadi. At the very least it depicts a woman wearing face veil and a headscarf. 

Well it’s not. This is the original picture taken by Ted Soqui:

 

The woman, identified as Sarah M (twitter), is an art worker and a member of the occupy LA movement. As Soqui wrote on his blog, she put on her bandana (with extra vinegar) to cover her face from possible teargas strike. Dailymail has a report on this.

So that’s not a Niqab she’s wearing, but a vinegary bandana, and a knit cap. But yeah, photoshop can indeed make it somewhat represent those in the middle east too.

See the photo sequence in full.

Phnom Penh Sore Hari

Sekitar Istana Raja, Sisowath Quay dan FCC

Behoold, Microsoft’s new Social Networking Platform So.Cl

image

Looking at its concept, I am not convinced. They said that they are targeting students, but what it really does I don’t understand. Besides, I have to use Facebook to sign in. Don’t ask me why I can’t use Google +

Memorandum Rahasia dalam UU KIP #2

Setelah saya lihat lagi kelihatannya exemption untuk memorandum itu sempit sekali dibanding negara negara lain, walaupun di penjelasannya ada 3 macam 'harm' yang dicontohkan. menurut saya pasal ini hanya mencakup memorandum (sebagai bentuk komunikasi antar lembaga negara) tetapi tidak mencakup "notulensi rapat" -- kecuali kalau notenya ditaruh dalam bentuk memo. Di banyak yurisdiksi lain, meeting notes adalah termasuk yang dikecualikan, karena alasan seperti "frank and candour" tadi. 

Jadi sebenarnya alasan2 dalam penjelasan UU KIP itu tidak matching sama batang tubuh pasal 17i -- saya tidak tahu proses pembuatannya bagaimana, mungkin ada yang ingat. Alasan2 itu lebih cocok digunakan untuk mengecualikan informasi mengenai proses deliberasi/musyawarah dalam formulasi kebijakan, tapi bukan untuk melindungi komunikasi antar badan publik. Orang mengemukakan pendapat biasanya dalam rapat (dan itu tertuang dalam notulensi rapat, bukan dalam memo antar badan publik).

Dengan demikian, dokumen rapat tidak dilindungi pasal 17i ini (nah lho!?!?)

Sebenarnya, kadang ada juga perlunya "delayed release", jadi kesimpulan rapat tersebut boleh dibuka via FoI nanti setelah tanggal yang ditentukan, karena kalau dibuka terlalu awal ada bahaya yang ditimbulkan, seperti misalnya fluktuasi harga saham, kalau kebijakannya berkaitan dengan investasi, perpajakan dan pasar modal. Jadi bisa saja pemerintah di dokumen rapat membuat kesimpulan sementara, yang belum final dan dalam proses penggodokan, tapi sudah bocor lewat FoI ke media, jadinya berpengaruh kepada kesehatan ekonomi. 

Skenario lain adalah informasi yang harus dilepaskan secara berbarengan. Misalnya ada 2 badan Publik A dan B membuat kebijakan. Informasi itu nantinya akan dilepaskan berbarengan karena berhubungan, tetapi lewat FoI di badan publik A harus di disclose, akhirnya publik hanya mendapakan "half truth" yang mengacaukan keseluruhan persepsi. 

Teoritis bisa saja Komisi Informasi membuat putusan yang berlaku "ex post" begitu, jadi dibilang diputusannya bahwa informasi X ini boleh dibuka setelah bulan maret tahun 2013 misalnya, karena pertimbangan harm dan public interest. Tapi apakah itu dibolehkan dalam hukum administrasi indonesia?


Perbandingan gaji rata rata bachelor, master dan doktor di Jerman

(Via Iscabus) Berikut adalah perbandingan rata rata gaji Bachelor (S1), Master (S2) dan Ph.D (S3) di Jerman. Rupanya gaji rata rata lulusan hukum cukup tinggi.

Sumber: mba-master.de


Master vs. Ph.D

Fachrichtung / Titel unteres Quartil Durchschnittsgehalt oberes Quartil
Betriebswirtschaftler Master 36.600 € 44.172 € 54.058 €
Betriebswirtschaftler mit Promotion 45.311 € 58.766 € 72.673 €
Juristen Master 38.600 € 45.300 € 54.996 €
Juristen mit Promotion 48.725 € 60.152 € 81.873 €
Naturwissenschaftler Master 36.039 € 40.338 € 50.476 €
Naturwissenschaftler mit Promotion 42.112 € 49.860 € 60.000 €
Ingenieure Master 39.821 € 45.175 € 52.469 €
Ingenieure mit Promotion 43.750 € 54.600 € 62.686 €
Geisteswissenschaftler Master 27.500 € 34.755 € 42.870 €
Geisteswissenschaftler mit Promotion 30.349 € 37.996 € 48.849 €

Datum: 3/11
Quelle: PersonalMarkt

Master vs. Bachelor

Fachrichtung / Titel unteres Quartil Durchschnittsgehalt oberes Quartil
Betriebswirtschaftler Master 36.000 € 41.992 € 52.469 €
Betriebswirtschaftler Bachelor 28.800 € 34.425 € 40.580 €
Juristen Master 33.600 € 42.379 € 51.996 €
Naturwissenschaftler Master 35.610 € 41.000 € 50.329 €
Naturwissenschaftler Bachelor 24.639 € 29.914 € 36.336 €
Ingenieure Master 38.967 € 44.200 € 50.963 €
Ingenieure Bachelor 35.547 € 39.957 € 44.853 €
Geisteswissenschaftler Master 26.479 € 33.227 € 39.911 €
Geisteswissenschaftler Bachelor 24.000 € 29.353 € 35.064 €

Datum: 3/11
Quelle: PersonalMarkt

Gehalt Master vs. Diplom

Fachrichtung / Titel unteres Quartil Durchschnittsgehalt oberes Quartil
Betriebswirtschaftler Master 36.000 € 41.992 € 52.469 €
Betriebswirtschaftler mit Diplom 35.277 € 40.800 € 46.868 €
Juristen Master 33.600 € 42.379 € 51.996 €
Juristen mit Diplom 31.200 € 38.400 € 47.662 €
Naturwissenschaftler Master 35.610 € 41.000 € 50.329 €
Naturwissenschaftler mit Diplom 34.852 € 42.173 € 49.813 €
Ingenieure Master 38.967 € 44.200 € 50.963 €
Ingenieure mit Diplom 38.680 € 44.609 € 51.200 €
Geisteswissenschaftler Master 26.479 € 33.227 € 39.911 €
Geisteswissenschaftler mit Diplom 26.400 € 31.490 € 38.682 €

Datum: 3/11
Quelle: PersonalMarkt