Ini alasannya kenapa PDAM perlu independen


Mengapa PDAM perlu independen?

Jawaban pendek, kalau menurut saya ada 3 hal yang bisa dilakukan:

1. Perbaikan corporate governance PDAM
2. Regulasi independen
3. Akuntabilitas Kepala Daerah

Benar bahwa PDAM (dan semua BUMN/BUMD) sahamnya dipegang pemerintah, yang dalam hal ini diwakilkan oleh kepala daerah. Sama juga seperti PT swasta murni ada pemegang sahamnya dan pemegang sahamnya bisa memecat direksi lewat RUPS. Tapi kenapa pemerintah membuat P(erusahaan) DAM? (Istilahnya delegasi).  Kenapa tidak dijadikan departemen atau divisi saja dari Pemda? Jawabannya adalah karena dengan pemisahaan harta dan kekayaan dari APBD atau dengan membuat air minum menjadi entitas tersendiri maka independensi akan dicapai dan dengan independensi itu maka layanan air minum akan lebih bisa fokus dan efisien (teorinya). 

Corporate governance PDAM

Tapi sebenarnya, walau manajemenya di "delegasi"kan ke entitas lain dan pemerintah hanya bertindak sebagai pemilik, campur tangan pemerintah dalam menentukan urusan sehari hari PDAM bisa besar sekali. Ini bisa dibaca dari perda perda yang dijadikan statuta PDAM dan implementasinya bisa dilihat dari laporan keuangan (misalnya, ada sumbangan atau lain sebagainya untuk kepala daerah). Dengan demikian, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menginsulir campur tangan yang tidak perlu dalam statuta PDAM.

Regulasi Independen

Langkah kedua adalah regulasi independen. Di Indonesia tarif ditetapkan oleh kepala daerah. Padahal tarif berhubungan dengan keputusan investasi. Untuk investasi kadang perlu tarif naik. Tapi tahun depan ada Pilkada, jadi kurang populer kalau tarif naik. Jadilah tarif naik ditunda, akibatnya pipa yang bocor bocor tidak diperbaiki. 

Atau kasus lain, misalnya ada 2 daerah. Yang pertama pemukiman miskin dan gak mampu bayar air. Yang kedua mau dibangun mall/real estate dan perlu pasokan PDAM. Uang PDAM terbatas. Daerah kedua bukan saja mampu bayar biaya air, tapi juga mampu 'bayar' pak kepala daerah. Ke daerah manakah PDAM harus melebarkan jaringannya? Secara hukum, kita harus lihat siapa yang punya kewenangan memutuskan masalah investasi. Kalau kepala daerah punya veto di statutanya, berarti PDAMnya tidak independen, untuk itu harus dirubah corporate governancenya (paragraf atas). Kalau kepala daerah tidak punya veto, tapi dia bisa mengancam untuk memecat pimpinan PDAM, maka perlu regulasi independen. 

Artinya, sebaiknya ada badan regulator independen yang memutuskan persoalan investasi dan juga tarif berdasarkan business plan PDAM. Jadi kewenangan menetapkan tarif bukan lagi berada di kepala daerah, tetapi atas keputusan badan regulator. Demikian juga masalah investasi. 

Akuntabilitas Kepala Daerah atas PDAM

Cerita diatas berlanjut lagi. Walaupun sudah ada regulator independen dan corporate governance sudah cukup di ring fencing, tetap saja direkturnya di pecat. Lalu apa yang seharusnya dilakukan. Menurut saya, inilah peranan kepala daerah wajib memberikan akuntabilitas. Dia adalah perwakilan pemegang saham, dimana saham itu pada hakekatnya milik publik -- bukan milik pribadinya. Maka ketika dia melaksanakan kewenangan (kewenangan, bukan hak) yang berasal dari publik itu, dia harus mempertanggung jawabkannya kepada publik. Kenapa direkturnya dipecat? Apa alasannya? Ini yang bisa kita atur di statuta PDAM (dalam Perda pendiriannya). Kepala daerah harus memberikan jawaban kepada DPRD. Di statuta PDAM itu bisa diatur juga mekanisme pembelaan. Misalnya ketika direktur dipecat sebelum masanya selesai dan dia menolak, dia diberikan hak pembelaan di depan forum DPRD. Atau bisa juga diatur mekanisme veto, dimana pemecatan harus disertai persetujuan DPRD misalnya, tetapi ini terlalu jauh saya kira. 

Dengan adanya mekanisme akuntabilitas seperti ini, maka kepala daerah tidak bisa sewenang wenang memecat direktur PDAM, karena di belakangan hari dia harus menjelaskan kepada publik apa latar belakang dan pemikiran pemberhentiannya itu. Statuta PDAM juga bisa mengatur secara limitatif alasan alasan pemberhentian. Artinya, pemberhentian harus berada dalam alasan itu (tindakan kriminal, merugikan keuangan negara, sakit, dan sebagainya) tidak bisa diluar alasan alasan tersebut.


UN Watercourses Convention Symposium - Call for Papers

UNWC Global Initiative Symposium

Co-organised by IHP-HELP Centre for Water Law, Policy & Science (under
the auspices of UNESCO), University of Dundee and WWF

The 1997 UN Watercourses Convention – What Relevance in the 21st
Century?

5th-8th June 2012, University of Dundee, Scotland, UK

Call for Papers

In 1994 the UN General Assembly made the decision to elaborate a global
framework instrument on the law of the non-navigational uses of
international watercourses (UN General Assembly Resolution 49/52).  The
resultant Convention was adopted in 1997 by more than 100 nations. Since
the Convention's adoption over 14 years ago, there has been a
heightened recognition of the numerous challenges humanity faces in
securing water for all, and a widespread acceptance that governance
plays a key role.  However, the legal architecture for international
watercourses remains fragmented, and the UNWC has not yet entered into
force.

In recent years, a coalition of institutions under the general rubric
of the UNWC Global Initiative has come together to examine the
underlying reasons why the UNWC has not yet entered into force.
Additionally, the UNWC Global Initiative has sought to further knowledge
and understanding of the relevance of the UNWC in addressing the
contemporary pressures on the world's freshwater resources. As part of
the activities of the UNWC Global Initiative, the IHP-HELP Centre for
Water Law, Policy & Science in collaboration with WWF will be organising
a global symposium on the UNWC between 5th and 8th of June 2011.   The
aim of the symposium is to gather together a wide and diverse range of
experts from academia, government, international organisations, civil
society, etc, to debate the existing and potential relevance of this
global framework instrument.

Towards this endeavour the convenors of the symposium are inviting
experts to submit papers on a range of topics related to the UNWC.

Further details are available at
http://www.dundee.ac.uk/media/dundeewebsite/water/documents/2012_Dundee_Watercourses_Convention-Call_for_Papers.pdf


Is Time’s Person of the Year a Jihadi or an Arab Spring Protester? (Neither is right)

When I look at the recent cover of Time Magazine, the first thing that cross my mind is that it is a picture of an Arab spring protester, or an intifada, or a Jihadi. At the very least it depicts a woman wearing face veil and a headscarf. 

Well it’s not. This is the original picture taken by Ted Soqui:

 

The woman, identified as Sarah M (twitter), is an art worker and a member of the occupy LA movement. As Soqui wrote on his blog, she put on her bandana (with extra vinegar) to cover her face from possible teargas strike. Dailymail has a report on this.

So that’s not a Niqab she’s wearing, but a vinegary bandana, and a knit cap. But yeah, photoshop can indeed make it somewhat represent those in the middle east too.

See the photo sequence in full.

Phnom Penh Sore Hari

Sekitar Istana Raja, Sisowath Quay dan FCC

Behoold, Microsoft’s new Social Networking Platform So.Cl

image

Looking at its concept, I am not convinced. They said that they are targeting students, but what it really does I don’t understand. Besides, I have to use Facebook to sign in. Don’t ask me why I can’t use Google +

Memorandum Rahasia dalam UU KIP #2

Setelah saya lihat lagi kelihatannya exemption untuk memorandum itu sempit sekali dibanding negara negara lain, walaupun di penjelasannya ada 3 macam 'harm' yang dicontohkan. menurut saya pasal ini hanya mencakup memorandum (sebagai bentuk komunikasi antar lembaga negara) tetapi tidak mencakup "notulensi rapat" -- kecuali kalau notenya ditaruh dalam bentuk memo. Di banyak yurisdiksi lain, meeting notes adalah termasuk yang dikecualikan, karena alasan seperti "frank and candour" tadi. 

Jadi sebenarnya alasan2 dalam penjelasan UU KIP itu tidak matching sama batang tubuh pasal 17i -- saya tidak tahu proses pembuatannya bagaimana, mungkin ada yang ingat. Alasan2 itu lebih cocok digunakan untuk mengecualikan informasi mengenai proses deliberasi/musyawarah dalam formulasi kebijakan, tapi bukan untuk melindungi komunikasi antar badan publik. Orang mengemukakan pendapat biasanya dalam rapat (dan itu tertuang dalam notulensi rapat, bukan dalam memo antar badan publik).

Dengan demikian, dokumen rapat tidak dilindungi pasal 17i ini (nah lho!?!?)

Sebenarnya, kadang ada juga perlunya "delayed release", jadi kesimpulan rapat tersebut boleh dibuka via FoI nanti setelah tanggal yang ditentukan, karena kalau dibuka terlalu awal ada bahaya yang ditimbulkan, seperti misalnya fluktuasi harga saham, kalau kebijakannya berkaitan dengan investasi, perpajakan dan pasar modal. Jadi bisa saja pemerintah di dokumen rapat membuat kesimpulan sementara, yang belum final dan dalam proses penggodokan, tapi sudah bocor lewat FoI ke media, jadinya berpengaruh kepada kesehatan ekonomi. 

Skenario lain adalah informasi yang harus dilepaskan secara berbarengan. Misalnya ada 2 badan Publik A dan B membuat kebijakan. Informasi itu nantinya akan dilepaskan berbarengan karena berhubungan, tetapi lewat FoI di badan publik A harus di disclose, akhirnya publik hanya mendapakan "half truth" yang mengacaukan keseluruhan persepsi. 

Teoritis bisa saja Komisi Informasi membuat putusan yang berlaku "ex post" begitu, jadi dibilang diputusannya bahwa informasi X ini boleh dibuka setelah bulan maret tahun 2013 misalnya, karena pertimbangan harm dan public interest. Tapi apakah itu dibolehkan dalam hukum administrasi indonesia?


Perbandingan gaji rata rata bachelor, master dan doktor di Jerman

(Via Iscabus) Berikut adalah perbandingan rata rata gaji Bachelor (S1), Master (S2) dan Ph.D (S3) di Jerman. Rupanya gaji rata rata lulusan hukum cukup tinggi.

Sumber: mba-master.de


Master vs. Ph.D

Fachrichtung / Titel unteres Quartil Durchschnittsgehalt oberes Quartil
Betriebswirtschaftler Master 36.600 € 44.172 € 54.058 €
Betriebswirtschaftler mit Promotion 45.311 € 58.766 € 72.673 €
Juristen Master 38.600 € 45.300 € 54.996 €
Juristen mit Promotion 48.725 € 60.152 € 81.873 €
Naturwissenschaftler Master 36.039 € 40.338 € 50.476 €
Naturwissenschaftler mit Promotion 42.112 € 49.860 € 60.000 €
Ingenieure Master 39.821 € 45.175 € 52.469 €
Ingenieure mit Promotion 43.750 € 54.600 € 62.686 €
Geisteswissenschaftler Master 27.500 € 34.755 € 42.870 €
Geisteswissenschaftler mit Promotion 30.349 € 37.996 € 48.849 €

Datum: 3/11
Quelle: PersonalMarkt

Master vs. Bachelor

Fachrichtung / Titel unteres Quartil Durchschnittsgehalt oberes Quartil
Betriebswirtschaftler Master 36.000 € 41.992 € 52.469 €
Betriebswirtschaftler Bachelor 28.800 € 34.425 € 40.580 €
Juristen Master 33.600 € 42.379 € 51.996 €
Naturwissenschaftler Master 35.610 € 41.000 € 50.329 €
Naturwissenschaftler Bachelor 24.639 € 29.914 € 36.336 €
Ingenieure Master 38.967 € 44.200 € 50.963 €
Ingenieure Bachelor 35.547 € 39.957 € 44.853 €
Geisteswissenschaftler Master 26.479 € 33.227 € 39.911 €
Geisteswissenschaftler Bachelor 24.000 € 29.353 € 35.064 €

Datum: 3/11
Quelle: PersonalMarkt

Gehalt Master vs. Diplom

Fachrichtung / Titel unteres Quartil Durchschnittsgehalt oberes Quartil
Betriebswirtschaftler Master 36.000 € 41.992 € 52.469 €
Betriebswirtschaftler mit Diplom 35.277 € 40.800 € 46.868 €
Juristen Master 33.600 € 42.379 € 51.996 €
Juristen mit Diplom 31.200 € 38.400 € 47.662 €
Naturwissenschaftler Master 35.610 € 41.000 € 50.329 €
Naturwissenschaftler mit Diplom 34.852 € 42.173 € 49.813 €
Ingenieure Master 38.967 € 44.200 € 50.963 €
Ingenieure mit Diplom 38.680 € 44.609 € 51.200 €
Geisteswissenschaftler Master 26.479 € 33.227 € 39.911 €
Geisteswissenschaftler mit Diplom 26.400 € 31.490 € 38.682 €

Datum: 3/11
Quelle: PersonalMarkt

Memorandum Rahasia dalam UU KIP

UU KIP Pasal 17:

i. memorandum atau suratsurat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan;

Penjelasan:

"Memorandum yang dirahasiakan" adalah memorandum atau surat surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik yang menurut sifatnya tidak disediakan untuk pihak selain Badan Publik yang sedang melakukan hubungan dengan Badan Publik dimaksud dan apabila dibuka dapat secara serius merugikan proses penyusunan kebijakan, yakni dapat:

1. mengurangi kebebasan, keberanian, dan kejujuran dalam pengajuan usul, komunikasi, atau pertukaran gagasan sehubungan dengan proses pengambilan keputusan;
2. menghambat kesuksesan kebijakan karena adanya pengungkapan secara prematur; 
3. mengganggu keberhasilan dalam suatu proses negosiasi yang akan atau sedang dilakukan.

Saya ada 2 pertanyaan:

(i) Apa maksud "...kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan" dalam penggalan kalimat terakhir Pasal 17 i? Apabila semua pengecualian dalam Pasal 17 pada akhirnya harus tunduk pada uji konsekuensi dan uji kepentingan publik, mengapa hanya Pasal 17 i yang mendapat kata kata "...kecuali atas putusan...."?

(ii) Apakah ada semacam guideline untuk pengecualian ini? Sejauh manakah batasan "Frank and Candour" (kebebasan keberanian dan kejujuran) dalam penjelasan pasal 17 i 1? Beberapa yurisdiksi lain memberikan batasan "Frank and Candour" kepada level pemerintahan yang tinggi saja.  Sankey v Whitlam [1978] HCA 43; (1978) 142 CLR 1 (9 November 1978)  (High Court of Australia) adalah yurisprudensi utama dalam permasalahan ini:


39. One reason that is traditionally given for the protection of documents of this class it that proper decisions can be made at high levels of government only if there is complete freedom and candour in stating facts, tendering advice and exchanging views and opinions, and the possibility that documents might ultimately be published might affect the frankness and candour of those preparing them. Some judges now regard this reason as unconvincing, but I do not think it altogether unreal to suppose that in some matters at least communications between Ministers and servants of the Crown may be more frank and candid if those concerned believe that they are protected from disclosure. For instance, not all Crown servants can be expected to be made of such stern stuff that they would not be to some extent inhibited in furnishing a report on the suitability of one of their fellows for appointment to high office, if the report was likely to be read by the officer concerned. However this consideration does not justify the grant of a complete immunity from disclosure to documents of this kind. Another reason was suggested by Lord Reid in Conway v. Rimmer (1968) AC, at p 952 :

"To my mind the most important reason is that such disclosure would create or fan ill-formed or captious public or political criticism. The business of government is difficult enough as it is, and no government could contemplate with equanimity the inner workings of the government machine being exposed to the gaze of those ready to criticise without adequate knowledge of the background and perhaps with some axe to grind."

Of course, the object of the protection is to ensure the proper working of government, and not to protect Ministers and other servants of the Crown from criticism, however intemperate and unfairly based. Nevertheless, it is inherent in the nature of things that government at a high level cannot function without some degree of secrecy. No Minister, or senior public servant, could effectively discharge the responsibilities of his office if every document prepared to enable policies to be formulated was liable to be made public. The public interest therefore requires that some protection be afforded by the law to documents of that kind. It does not follow that all such documents should be absolutely protected from disclosure, irrespective of the subject matter with which they deal. (at p40)

The quit facebook campaign

image

We use Internet Explorer to install Chrome. We use facebook to lure its users to Google Plus.

No, I dont have any shares in google.

“Read-Only” Politics, Dana Kampanye dan Audit Pemilu

 

Presentasi Lessig di postingan saya sebelumnya mengkritik praktek lobi dana kampanye di Amerika yang membuat politik menjadi – istilah Lessig – “read only”, tanpa partisipasi yang berarti.

Lessig punya solusi: dana kampanye harus didanai oleh publik, tidak lagi lewat korporasi korporasi dengan lobinya. Ide yang bagus sekali, karena dengan publik mendanai kampanye, “principal” dari politisi bukan lagi korporasi, melainkan publik.

Dana kampanye di Indonesia juga mendapat subsidi negara, dan ada pembatasan pemberian dana sumbangan. Tapi tetap banyak sumbangan-sumbangan tidak bisa di kontrol dan biaya politik secara keseluruhan sangat tinggi.

Saya kutip dari pidato Sri Mulyani:

Dan proses ini ternyata juga tidak murah dan mudah. Sudah banyak orang yang mengatakan untuk menjadi seorang jabatan eksekutif dari level kabupaten, kota, propinsi, membutuhkan biaya yang luar biasa, apalagi presiden pastinya. Dan biayanya sungguh sangat tidak bisa dibayangkan untuk suatu beban seseorang. Saya menteri keuangan saya biasa mengurusi ratusan triliun bahkan ribuan, tapi saya tidak kaget dengan angka. Tapi saya akan kaget kalau itu menjadi beban personal.

Seseorang akan menjadi kandidat mengeluarkan biaya sebesar itu. Kalkulasi mengenai return of investment saja tidak masuk. Bagaimana anda mengatakan dan waktu saya mengatakan sya lihat struktur gaji pejabat negara sungguh sangat tidak rasional. Dan kita pura-pura tidak boleh menaikkan karena kalau menaikkan kita dianggap mau mensejahterakan diri sebelum mensejahterakan rakyat. Sehingga muncullah anomali yang sangat tidak bisa dijelaskan oleh logika akal sehat, bahkan Rocky bilangnya ada akal miring. Saya mencoba sebagai pejabat negara untuk mengembalikan akal sehat dengan mengatakan strukturnya harus dibenahi lagi. Namun toh tetap tidak bisa menjelaskan suatu proses politik yang begitu sangat mahalnya.

Bagaimana cara mengatasinya? Mari sedikit brainstorming:

Pertama harus ada pembatasan dana kampanye dalam undang undang.

Kedua harus ada pembatasan dari segi suplai dan demand dana kampanye. Demand dana kampanye besar tentu berasal dari publik dan tidak mudah mengontrolnya. Perlu semacam Voter’s Education yang mengubah preferensi publik terhadap kandidat atau partai dari obyek material menjadi ideal/konseptual. Tapi melihat politik Indonesia yang primordial seperti ini, tentu tidak mudah.

Ketiga harus ada audit kampanye dengan insentif kepada auditor untuk memburu “over budgetting”. Setiap kampanye harus memiliki pembukuan dan pembukuan tersebut harus dilaporkan. Audit kampanye harus bisa melacak dana kampanye yang “off budget”.

Republic Lost, a must watch presentation by Lawrence Lessig about corruption and democracy in the USA

Lessig is an expert in Intellectual Property Rights and founder of Creative Commons. He now changed his research subject into corruption.

Add your dropbox quota size using .ac (academic) email

This might have been a flaw, but it certainly works on me. I have collected so many referrals in dropbox to the max, so I am no longer able to add more of the free quota. But there’s this .edu program that will give you extra 500 MB for every referral to dropbox, and the program is retroactive, which means all my past referrals will be accounted for.

But I don’t have any .edu email address and its hard to get one unless you are studying in the US. So out of curiosity – and not expecting anything – tried to put in my UK university email address in the form at this page. Here’s the screenshot, but there is no more box because I have already used it.

  image

So, I opened my email and…. it WORKS!!!

Have a look at this:

image

You can see clearly on the above that the email subject says: Verify your.edu email but below it, you can see information that it is being sent to my @dundee.ac.uk email address, which is the address that I put on dropbox form above.

So now, I have a FREE, 19.03 Gigabyte of dropbox quota. Yes. Envy-me-not, people.

image

Now, I don’t know if this is a flaw or an unwritten policy. But if it is a flaw, I really hope that after this publication dropbox will retain my free quota, after all, I have (by accident) pointed out the flaw to them. If, however, this is an unwritten policy, then all academia can now enjoy it!!!


Update (14/12/2011 18:59):

My friend told me that this is neither an unwritten policy nor a flaw. Dropbox has been enabling it for some .ac domain since a year ago. See this link at Dropbox forum. Certainly this is not clear from their advertisement. Well then, enjoy folks!!!

Have you tried Schemer??

Guess not, coz its in the private beta, but I’ve got an invite thanks to Lifehacker.
I guess I am one of the first in Jakarta:

image

And probably the first in Phnom Penh:

image

 

Try Schemer.

Water Whiter Paper (UK Defra)

A very important announcement. UK's regulatory framework is about to undergo a major change. More importantly, Ofwat is moving towards a risk-based scheme in order to remove "unnecessary regulatory burden". 

For related reports, see:






Water for Life

 

We are pleased to let you know that Water for Life, the Government's Water White Paper, has been published this morning.  We wanted to take this opportunity to thank you all for the input you have provided to date, it has been very much appreciated.

 

Water for Life can be accessed via the following link: http://www.defra.gov.uk/environment/quality/water/legislation/whitepaper/

 

Please let us know if we can provide any further information.

 

Water White Paper Team

Department for Environment, Food and Rural Affairs (Defra)

This email and any attachments is intended for the named recipient only. If you have received it in error you have no authority to use, disclose,
store or copy any of its contents and you should destroy it and inform the sender.
Whilst this email and associated attachments will have been checked
for known viruses whilst within Defra systems we can accept no responsibility once it has left our systems.
Communications on Defra's computer systems may be monitored and/or recorded to secure the effective operation of the system and for other lawful purposes.

Ph.D. Stipends - Bremen International Graduate School of Social Sciences (BIGSSS)



Dear colleagues,

the "Bremen International Graduate School of Social Sciences" advertises
15 Ph.D. scholarships for the coming academic year.  About five stipends
will be awarded to candidates who will be working in the area of "Global
Governance and Regional Integration"
(http://www.bigsss-bremen.de/admissions/phd/overview/).

Please feel free to circulate the attached advertisement to all
potential candidates. In case you are looking for a stipend: we are
looking forward to receiving your application!

Street Robberies in Phnom Penh

This week's edition of lady penh's newsletter feature an article from an expat who had just been robbed in Phnom Penh.

There are some safety tips which are absolutely reasonable (such as being careful with your purse when taking a moto, and to avoid returning home too late at night).

There are some streets that you need to be careful... See pic.

Publication: The right to water and water rights in a changing world



For info.

The publication based on the colloquium on "The right to water and
water rights in a changing world" has now been published! All speakers
have written a chapter in this new and compelling publication on how to
address global and climate change when dealing with water rights and the
right to water.

Contents:

   The right to water and water rights in a changing world
   by Marguerite de Chaisemartin, Charlotte Herman and Michael van der
Valk
   Environmental protection and access to water: the challenges ahead
   by Laurence Boisson de Chazournes, Christina Leb and Mara Tignino
   Climate change adaptation in Mozambique
   by Luís Artur and Dorothea Hilhorst
   The current status of the human right to water
   by Joyeeta Gupta
   Sharing water – A necessity for peace in a changing world
   by Greg Hobbs, Alison Flint and Christie Henke
   What role can law play in safeguarding the right to water?
   by Bas ter Haar
   "I drink your milkshake!": A short essay about water troubles and
the promise of international law coming to the rescue
   by Juan M. Amaya-Castro
   Can international law play a role in safeguarding the security of
water supply in a changing world, and if so, how?: Concluding remarks
   by Marius Enthoven

Available at:
http://www.hydrology.nl/images/docs/ihp/nl/21_Sep_2010/2011.10_The_right_to_water_and_water_rights.pdf



************************************************************
Please consider the environment. Do you really need to print this
email?